
Jilbab
Potret 1:
Dalam acara kumpul keluarga besar, di malam hari
menjelang tidur, Ney tetap mengenakan jilbabnya, bahkan tetap
berpakaian rapi tanpa mengurangi apapun yang melekat pada dirinya. Di
sisi lain, saudara-saudaranya, tantenya, budenya, atau kakak adiknya
yang juga memakai jilbab telah membuka jilbabnya dan memakai pakaian
siap tidur.
“Kenapa pas mau tidur jilbabnya nggak dibuka, kan disini saudara semua?”
Saudara, tapi kan belum tentu mahram.
Atau pertanyaan lain “Nak, kamu kenapa tetap pakai kaos kaki sih kalau di rumah saudara?”
Hmmm ...
“Hati-hati jangan terlalu fanatik belajar agamanya Mbak”
Potret 2:
Setiap
ada tamu mendadak di rumah, atau ketika Ibu meminta bantuan beli
sesuatu di warung, maka Ney selalu butuh waktu sejenak, untuk memakai
rok panjang, jaket, kerudung kaos, dan kaos kaki. Seperti berlebihan,
karena biasanya Ibu hanya menyambar jilbab ketika ke warung, atau bahkan
lupa memakai jilbab ketika menyapu di halaman rumah.
Perkataan Ney ke Ibunya, “Bu, kalau ke depan rumah dipakai jilbabnya.”
“Kan ke depan aja, ga ada siapa-siapa kok.”
“Itu Bu, ada tetangga yang Bapak-bapak.”
“Ah, ga apa-apa itu mah. Beliau juga ga akan ngapa-ngapan.”
Sesekali
Ibu Ney yang balik bertanya ketika Ney bersiap merapikan seluruh
pakaiannya sebelum pergi, “Ke warung aja ngapain pake kaos kaki sih?”
“Kaki kan juga aurat Bu.”
“Aiih, warung kan deket, yang liat juga ga banyak”
Potret 3:
Saat
acara pernikahan saudara, Ney mendapat peran sebagai penerima tamu.
Seperti orang-orang lain yang bertugas, Ney juga dibantu oleh seorang
perias dalam mengenakan pakaian dan jilbabnya. Berbagai assesoris
disiapkan, agar jilbab yang dikenakan tetap terlihat modis dan baju yang
dikenakan pun terlihat hiasannya.
“Tante, ini jilbabya saya pakai sendiri ya, nanti tante yang hias bagian atasnya saja,”
pinta Ney sebelum tante perias memakaikan jilbab yang pastinya akan tercekik di bagian leher.
“Oh silahkan mba.. Eh ini kenapa dilapisin jilbabnya?”
“Ini kan tipis jilbabnya tante, saya pakainya panjang menutup dada.”
“Oh, kalau sampai menutup dada sayang nanti hiasan di baju bagian atasnya ga kelihatan”
“Gak papa tante, saya biasa pakai begini...”
Tante
perias jilbab pun masih berusaha merapikan jilbab yang telah dikenakan
Ney seperti biasa tanpa hiasan. Beruntung Ney telah mempersiapkan
jilbab lapis sendiri, jilbab lain untuk hiasan dan perlengkapan lainnya
sehingga tante perias tidak banyak protes saat Ney meminta jilbabnya
tetap terulur hingga ke dada.
Masih banyak potret-potret yang
lainnya yang kadang memiliki berbagai pandangan dari orang-orang
sekitar. Ketika seorang muslimah yang berhijab ingin sempurna menutup
auratnya, ingin menyeluruh menjalankan ajaran agamanya, tetapi justru
dianggap fanatik. Hal tersebut terjadi karena pemahaman setiap orang
atas ajaran agama ini belum menyeluruh, sehingga pola pikir yang
ditimbulkan pun berbeda.
Padahal setiap aturan islam terangkum
jelas, baik dalam Al-Qur’an maupuh hadis. Selain itu buku-buku Islam
yang membahas aturan islam secara spesifik pun mudah didapatkan di
toko-toko buku. Namun sayangnya, berbagai pengetahuan itu kalah populer
dengan perkembangan mode dan budaya yang ada saat ini, sehingga
masyarakat melihat yang benar adalah yang kebanyakan terlihat di
masyarakat, dan yang sedikit itu masuk dalam kategori fanatik atau
berlebihan dalam menjalankan ajaran agama.
Fanatik lebih
dekat konotasinya dengan hal yang negatif, sedangkan kaafah atau
menyeluruh diperintahkan oleh Allah melalui Al-Qur’an yang pasti
bermakna positif.
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara menyeluruh," (QS. Al-Baqarah: 208).
Pada
awal masa peredarannya di Indonesia, jilbab benar-benar berfungsi
sebagai penutup aurat. Bentuknya sederhana dan penggunanya pun masih
sedikit karena pada masa itu pelarangan jilbab masih terjadi di
Indonesia. Jika kita tengok pada masa itu, maka jilbab yang banyak
dikenakan adalah jilbab yang sesuai syariat, menutup dada, tidak
transparan karena kainnya tebal, dan tidak beragam bentuknya.
Jilbab
pada masa itu bukan ada karena perkembangan trend dalam berbusana,
tapi jilbab pada masa itu adalah simbol perjuangan. Setelah jilbab
dibebaskan penggunaannya, muslimah yang berjilbab pun semakin bertambah
jumlahnya. Tak ada lagi kekhawatiran mereka tentang diskriminasi yang
ada, karena jilbab telah diterima dengan baik.
Hal tersebut
memberi peluang berbagai pihak untuk menggunakan kreatifitasnya,
sehingga model jilbab pun semakin banyak. Saat ini berbagai model hadir
untuk memenuhi kebutuhan muslimah tetapi sayangnya tidak semua trend
jilbab yang ada sesuai dengan syariat Islam. Selain itu, banyak juga
jilbab yang hanya digunakan sebagai busana sehingga hanya dikenakan
saat berpergian jauh, saat acara-acara penting, atau saat pengajian.
Sementara
saat di rumah, ke warung, atau mengantar anak ke sekolah, dengan
santainya tak memakai penutup aurat itu. Seakan jilbab mengalami
pergeseran makna, dari kewajiban sebagai penutup aurat menjadi busana
agar terlihat semakin menarik. Setelah trend jilbab gaul marak, maka
jilbab-jilbab syar’i yang cenderung lebih konservatif pun dianggap
moderat. Jilbab panjang cenderung dianggap tidak modis dan identik
dengan fanatisme.
Pertama, sebenarnya simpel, bahwa
tujuan menutup aurat adalah menghindari terlihatnya bagian tubuh secara
langsung ataupun tidak langsung. Maka, menutup aurat dengan jilbab
adalah dengan kain yang tidak transparan, kain yang menutup hingga ke
dada, dan tentunya tidak ketat agar tak terlihat bentuk tubuhnya.
Simpel, tapi terkadang yang sesimpel itu belum terinternalisasi pada
seluruh muslimah.
Kedua, Esensi menutup aurat adalah
menutupnya dari orang-orang yang tidak termasuk dalam mahram. Tidak
semua saudara laki-laki dalam keluarga besar termasuk mahram, misalnya
ipar atau saudara sepupu. Orang-orang yang termasuk mahram tercantum
dalam Qur’an Surat An-Nur:31. Jadi kepada orang-orang selain mahram
tersebut, kita sebagai muslimah wajib menutup aurat.
Katakanlah kepada wanita yang beriman:
"Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang nampak dari padanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka,
atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera
suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera
saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka,
atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah
mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai
orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung," (QS. An-Nur:31).
Ketiga,
tentang jilbab adalah tentang kewajiban yang sudah tidak bisa ditawar,
maka menjaganya adalah menjaga kehormatan dan izzah sebagai seorang
muslimah. Maka, ketika persoalan jilbab harus disandingkan dengan
persoalan lain seperti pekerjaan, penampilan, atau eksistensi diri,
jilbab harus tetap menjadi perhatian utama. Bagaimanapun kondisinya,
usahakan jilbab syar’i tetap melekat pada diri kita.
Saat
ini, model jilbab yang syar’i tapi tetap modis juga telah banyak
beredar sehingga tak perlu khawatir ketika harus tetap tampil syar’i
saat acara-acara pernikahan atau acara penting lainnya. Bahkan ketika di
luar negeri yang memiliki musim panas, jilbab syar’i tetap
dipertahankan oleh muslimah yang ingin kaafah menjalankan ajaran
agamanya.
“Jagalah Allah, niscaya dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan mendapatinya bersamamu,” (HR. Tirmidzi).
Di
luar respon negatif seperti pada potret-potret sebelumnya, masih ada
respon positif dari mereka yang jujur dengan ajaran agamaNya. Respon
positif ini tak lepas dari benih-benih pemahaman yang telah ditanamkan
sebelumnya.
Potret 4
Saat menjahit baju untuk sebuah
acara pernikahan saudara, Ney tetap berusaha agar kebaya yang ia
kenakan tidak seperti kebaya pada umumnya yang dibuat pas dengan ukuran
tubuh. Maka ia sangat berpesan pada Ibu penjahit untuk melebarkan
ukuran bajunya.
“Bu, ini jahitnya jangan ngepas badan ya,
tolong dilebihkan di bagian pinggangnya.”, pinta Ney pada seorang
penjahit yang sedang mengukur badannya.
“Ooh gitu ya Mba, tapi kalau kebaya kurang bagus kalau lebar,” jawab Ibu penjahit.
“Yang
penting ga ngebentuk badan Bu, jadi dilebihin saja di sampingnya.
Untuk panjang ke bawah dibuat sampai lutut juga Bu..." tutur Ney.
“Iya ini Bu, dia ga mau pakai baju yang ngepas-ngepas. Sukanya yang lebar," tambah Ibunda Ney.
“Iya, sih Bu, harusnya yang benar memang begitu kan. Dididik bagaimana sih Bu, ini anaknya bisa salihah begini ...”
Ya,
penjahit itu jujur bahwa sejatinya pakaian yang sesuai syariat tidak
ketat dan tidak memperlihatkan lekukan badan. Walau biasanya ia
menjahit sesuai dengan ukuran badan yang pas agar terlihat cantik, tapi
ia tetap mengakui bahwa di luar kecantikan itu ada hal yang lebih
tinggi, aturan syariat agama.
Bukan, yang kita cari memang bukan
respon atau tanggapan dari orang-orang sekitar kita. Karena pandangan
manusia tak ada artinya dibandingkan pandangan Allah. Namun, tentunya
menjadi tugas kita untuk mengajarkan kebaikan pada orang-orang di
sekitar kita, agar pemahaman mereka tentang agama ini tidak
setengah-setengah. Agar setiap muslimah di sekitar kita mengerti
bagaimana cara menjaga auratnya dengan sempurna dan dapat menjaga
izzahnya dimanapun mereka berada.
Muslimah salehah, jangan takut
dianggap fanatik, jika kita yakin bahwa yang kita jalani adalah hal
yang benar. Muslimah cerdas harus mengambil langkah yang tepat saat
dianggap berlebihan dalam menjalani ajaran agama, bukan dengan
meninggalkan prinsipnya atau bahkan merasa malu atau minder saat
dianggap minoritas, tetapi siap menebarkan benih-benih pemahaman yang
sebenarnya dengan cara yang tepat.
Ketika kita meyakini sesuatu
hal, maka kita akan memegangnya dengan sunguh-sungguh dan pastikan saja
hal yang kita pegang saat ini sesuai dengan dua pedoman utama agama
kita, yaitu Al-Qur’an dan Hadis.
disadur dr*** Penulis
adalah Mahasiswi Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia. Saat
ini sedang menjalankan amanah sebagai Ketua Bidang I SALAM UI