Pernah sekali waktu aku bertanya di dalam hati, “Kenapa ya
teman-temanku pakai jilbab kok dilepas lagi?” Aku mengelus dada dan
mencoba menjawab pertanyaan diriku. Bermacam-macam perkiraan yang
terlintas di pikiran. Pakai jilbab nggak update, risih, panas, ribet.
Mungkin seperti itulah alasan teman-temanku yang tak terlihat lagi pakai
jilbab.
Di sekolah jilbab masih melekat di tubuh mereka. Aurat
mereka tak terlihat. Terlihat anggun memang. Tapi entah kenapa setelah
mereka keluar dari kewajiban sekolah untuk memakai jilbab, jilbab yang
sungguh mulia ini dilepas begitu saja. Mereka dengan santai keluar rumah
tanpa jilbab yang menutupi aurat mereka.
Aku melihat dari jendela
teman bermainku dulu yang baru mengenakan jilbab, tiba-tiba keluar
tanpa jilbab. Di jalan aku bertemu dengan teman sekolahku, dia pun sama
dengan teman bermainku. Ada apa dengan mereka? Tidak hanya teman baikku
saja yang seperti itu, tapi kebanyakan wanita di sekelilingku. Kenapa
mereka begitu menyepelekan jilbab? Padahal terpampang jelas di Al-Quran
maupun hadis. Apakah mereka tahu itu?
Aku pernah
berbincang-bincang dengan teman-teman di kelas dan mereka kebanyakan
tahu. "Kata orangtuaku kalau pakai jilbab jangan berlebihan, masa renang
aja pakai kerudung,” kata teman baikku ketika dia duduk bersama
denganku. Aku hanya diam saja. Aku masih belum berani untuk meluruskan
perkataan temanku itu. Aku takut dikatakan sok pintar oleh temanku.
Nyaliku kecil aku hanya bisa berdoa di dalam hati. Ya Allah cukupkan
hamba-hambamu ini ilmu.
Melihat keadaan teman-temanku itu, aku
mulai berkaca dan sedikit-sedikit mengingat pengalamanku saat memulai
mengenakan jilbab. Dulu sewaktu masuk jenjang SMP, ayahku menyuruhku
memakai jilbab. Tapi apa yang keluar dari mulutku, kata “tidak”
kulontarkan di saat ayahku sangat berharap aku memakai jilbab. Mengingat
hal itu rasanya ingin sekali aku menangis. Kenapa dulu aku menolak
permintaan ayahku. Waktu itu aku kan sudah baligh dan wajib memakai
jilbab. Penolakanku didukung oleh ibuku. Kata ibuku aku masih kecil
belum siap pakai jilbab.
“Sudahlah Pak jangan terlalu memaksa.
Anak ini belum siap,” kata ibu karena ayah tidak bisa menjelaskan secara
detil kenapa beliau menyuruhku memakai jilbab dan aku menunduk takut
karena ayah memperlihatkan kekecewaannya seraya berlalu meninggalkan aku
dan ibu. Maafkan aku ayah. Aku telah membuat ayah kecewa.
Sejak
dulu memakai jilbab belum pernah terpikirkan sampai ayah memintaku untuk
memakainya pun hal itu tidak terpikirkan. Aku masih menganggap jilbab
itu ribet, panas, dan segala macam kesan negatif tentang jilbab. Memang
sewaktu aku mengaji di kampung kalau pakai jilbab aku selalu ribut
sendiri. Menceng sini lah, ketusuk jarumlah. Sehingga membuat ibuku
berpikiran bahwa aku belum siap memakai jilbab dan menolak permintaan
ayah.
Menginjak kelas dua SMP, ayahku sering membelikanku majalah
religi. Tak lama berselang ayahku membelikanku majalah pemuda Islam dan
kebetulan rubriknya khusu membahas tentang jilbab. Bahasan yang ringan
dan mudah dimengerti, aku pun semakin tertarik dan semakin yakin bahwa
aku harus memakai jilbab. Semakin sering ayahku membelikanku majalah
tersebut, semakin terdorong semangatku untuk menggali ilmu agama.
Saat
duduk kelas tiga SMP aku belum memakai jilbab. Tadinya aku sudah
berniat untuk mulai memakai jilbab tapi karena aku sudah kelas 3 SMP dan
sebentar lagi lulus, maka ibu menyarankan agar aku memakai jilbab pada
waktu masuk SMA. Ya sudah aku mengikuti saran ibuku lagi. Tapi niatanku
untuk memakai jilbab tetap harus kurealisasikan.
Aku mencoba
keluar rumah dengan memakai jilbab. Pada awal mulanya aku agak canggung
memakai jilbab. Tapi, aku coba membujuk diriku sendiri untuk tetap terus
mengenakan pakaian mulia ini. Lama kelamaan aku mulai terbiasa keluar
rumah memakai jilbab. Aku merasa aman dengan memakai jilbab ini. Aku
jadi tidak sabar menunggu datangnya waktu aku masuk bangku SMA. Karena
di waktu itulah aku mulai menyempurnakan kewajibanku sebagai seorang
muslimah yang sudah baligh. Walaupun aku sudah memakai jilbab jika
keluar rumah. Belum lengkap rasanya kalau sekolah tidak memakai jilbab.
Perasaan tidak aman masih menyeruak di hatiku setelah aku tahu memakai
jilbab adalah suatu kewajiban.
Tiga tahun sudah aku menjalani
hari-hariku di SMP negeri tanpa jilbab. Sebelum aku tahu seluk beluk
jilbab aku cuek sekali dengan penampilan. Aku masih pakai baju ketat
yang menampakkan lekuk tubuh. Hal itu terkadang mengundang pikiran
negatif orang lain. Setiap berjalan selalu digoda oleh anak laki-laki di
jalan. Mungkin ini sering dialami oleh banyak wanita yang belum memakai
jilbab. Sekarang setelah aku tahu tentang jilbab, aku langsung membuang
jauh-jauh pikiran negatif tentang jilbab. Bismillaahir rahmaanir raahim
aku berniat pakai jilbab.
Memasuki jenjang SMA niatanku untuk
memakai jilbab secara sempurna terealisasikan. Ternyata yang memakai
jilbab di sekolahku banyak juga. Aku senang sekali melihat teman-teman
satu sekolah yang memakai jilbab. Waktu pertama kali aku masuk SMA aku
tidak begitu peduli dengan teman-teman yang terkadang mempermainkan
jilbab karena dulu aku juga masih belia sehingga untuk mengingatkan
temanku masih terganjal dengan kurangnya ilmu. Oleh karena itu, aku
terus berusaha menambah ilmu agamaku.
Ketika mengikuti salat
jamaah di mushola sekolah, aku melirik kakak kelas yang sedang berwudhu.
“Kerudungnya kok besar sekali.” Aku memandangi kakak itu sampai ia
selesai berwudhu. Rasa penasaranku terusik kembali. Aku buka kembali
majalah Elfata dan majalah milik ayah kubaca berulang-ulang sampai
mudeng. Ternyata jilbabku belum syar’i. Aku melihat diriku di kaca. Aku
harus bagaimana. Apa aku harus merubah penampilanku? Ya, aku harus
memakai jilbab yang syar’i yaitu jilbab yang sesuai dengan apa yang
tercantum dalam Al-Quran dan as-sunnah. Aku menata kembali jilbabku dan
sedikit demi sedikit tapi pasti kuperbaiki jilbabku sejalan dengan
bertambahnya usia dewasaku.
Tiga tahun sudah aku memakai jilbab.
Dan dalam waktu tiga tahun itu, tidak semua perubahan positif pada
diriku diterima oleh orang-orang di sekelilingku. Sering sekali ibuku
memojokkanku untuk berpakaian seperti layaknya teman-teman sekolah
maupun teman-teman bermainku. “Nduk, kalau pakai kerudung jangan
besar-besar dong. Kalau pakai kerudung biasa-biasa saja seperti
teman-temanmu yang lain.” Berulang kali ibuku berkata seperti itu dan
berulang kali aku menjelaskan kepada ibuku. Terkadang aku dibantu ayahku
untuk menjelaskan hal itu kepada ibuku. Tapi tetap saja ibuku berkata
seperti itu jika aku keluar rumah memakai jilbab yang lumayan lebar.
Tidak
hanya ibuku saja yang memandang diriku aneh dan kaku. Teman bermainku
pun juga memandang diriku aneh. Memang aku mengalami perubahan baik
sikap maupun penampilanku tiga tahun semenjak duduk di bangku SMA ini.
Sampai
aku menulis kisah ini aku merasa masih belum percaya diri memakai
jilbab yang syar’i, dengan adanya berita-berita tentang teroris yang
membuat ibuku bertambah sering memojokkanku. “Itu lihat nduk di TV
wanita-wanita kerudungnya besar-besar kayak kamu. Makanya kalau pakai
kerudung jangan besar-besar nanti dianggap negatif sama orang lain lho.”
Aku hanya bisa diam mendengar hal itu. Ingin sekali rasanya aku
memberontak kepada ibu. Tapi kutahan, aku tidak mau membuat ibuku sedih.
Aku biarkan saja ibuku berkata seperti itu karena aku merasa sudah
tidak bisa meluluhkan hati ibu. Aku hanya bisa berdoa, berdoa, dan
berdoa semoga Allah membuka hati ibu untuk menerima perubahan aku ini.
Keyakinanku
akan jilbab tertimpa masalah lagi. Semakin ciut rasa percaya diriku
sesaat setelah melihat teman-temanku berpakaian ala zaman sekarang dan
melihat teman seorganisasiku memakai jilbab yang semakin lama semakin
kecil. Aku coba dongkrak rasa percaya diriku. Aku yakin jilbab ini juga
tidak kalah keren dengan mode zaman sekarang. Rasa percaya diriku
sedikit bertambah melihat temanku yang berani mengambil keputusan untuk
memakai jilbab lebar. Malahan dia lebih lebar dari jilbabku. Temanku ini
juga sering menyemangatiku “keep istiqomah”. Ini mengartikan bahwa aku
harus tetap di jalan ini. Menjadi muslimah yang selalu istiqomah. Semoga
Allah membalas kebaikan temanku ini.
Banyak sekali godaan dan
rayuan setan yang mendesakku untuk menanggalkan pakaian mulia ini.
Godaan yang pernah membuatku berpikiran untuk menanggalkan jilbab. Semua
perubahan positif tidak selalu diterima dengan lapang. Banyak tantangan
yang harus dihadapi. ke-istiqomah-an yang selalu naik turun. Terkadang
pakai jilbab kecil, jlbab berwarna-warni maupun baju ketat. Ya Allah aku
menyesal mengingat hal ini. Tapi Allah itu tidak pernah jauh dari
umatnya yang mempunyai niat baik. Aku tahu itu dan aku yakin itu karena
aku mengalaminya.
Subhanallah jilbab ini adalah ketaatan kepada
Allah dan Rasul. Jilbab itu ‘iffah (kemuliaan). Jilbab itu kesucian.
Jilbab itu pelindung. Jilbab itu taqwa. Jilbab itu iman. Jilbab itu
haya’ (rasa malu). Jilbab itu ghirah (perasaan cemburu). Tak kan ada
rasa sesal maupun kecewa sedikit pun memakai jilbab ini. Kesetiaan pada
jilbablah yang harus kulekatkan di hati.
Aku bersyukur mempunyai
orangtua yang masih memberikan kebebasan bagiku untuk mengambil
keputusan dalam memilih jalan hidup ini. Meskipun ayahku tidak
menjelaskan secara langsung.
Alhamdulillah melalui media majalah
maupun artikel aku mendapatkan suatu pelajaran penting yang sebelumnya
tak pernah terpikirkan. Walau terganjal dengan sikap ibuku yang masih
belum menerima sepenuhnya perubahan aku ini.
Tetapi aku tetap
setia. Sampai sekarang aku berpikir takkan pernah usai, takkan bosan dan
takkan pernah lelah untuk membahas masalah jilbab syar’i menurut Al
Quran dan hadis lewat media apa pun, karena hal ini meski ringan dan
selalu sama pembahasannya, merealisasikan tetap masih sulit. Semua media
dakwah sering mengangkat masalah jilbab, tapi tak banyak orang hanya
setengah-setengah dalam memahami makna jilbab secara benar.
Ingat,
pahami, dan ikatkan pada hati cinta Allah terhadap makhluk bernama
wanita lewat ayat QS. Al-Ahzab: 59 dan QS. An-Nuur ayat 31. ayat ini
akan selalu mengitari kehidupan wanita sampai kapan pun;
1. “Hai
Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mu’min:”Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka“. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha
pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59).
2. “Katakanlah
kepada wanita yang beriman.Hendaklah mereka menahan pandangan mereka
dan memelihara kemaluan mereka dan janganlah mereka menampakkan
perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah
mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan
perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka atau ayah
suami mereka (mertua) atau putra-putra mereka atau putra-putra suami
mereka atau saudara-saudara mereka (kakak dan adiknya) atau putra-putra
saudara laki-laki mereka atau putra-putra saudara perempuan mereka
(keponakan) atau wanita-wanita Islam atau budak-budak yang mereka miliki
atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap
wanita) atau anak-anak yang belum mengerti aurat wanita...” (QS.
An-Nuur ayat 31).
Teman-temanku yang masih menyepelekan jilbab,
semoga Allah memberikan jalan untuk kalian. Jalan menuju kebenaran agar
mereka tidak lagi menyepelekan jilbab. “Keep Istiqomah”.