"Salam. Kang, denger-denger ada artis yang gak mau membacakan adzan untuk bayinya yang baru lahir. Gimana menurut akang?"
"Hargai saja. Mungkin kajian hadisnya sudah matang. Mengerti shahih, hasan, dha'if."
"Wah...hebat dong ya! Artis saja sudah mirip pakar hadis."
"Ya ndak juga mas. Justru kalau bagi saya, banyak yang tahu membaca buku-buku hadis tapi tidak memaknainya dalam kehidupan. Intinya, paham dalil-dalil syariah, tapi kehidupan jauh dari maqashid syariah."
"Lho, apa maksute kang?"
"La iya. Saya tahu derajat hadis tentang membacakan adzan pada bayi. Itu kan bisa dicari."
"Terus masuk sampeyan?"
"Gini lho mase. Bagaimana jika saya tidak menganggap anjuran mengazankan bayi itu bukan hadis? Lalu saya membacakan azan, boleh tidak?"
"Kan azan panggilan untuk shalat kang?"
"Nah. Lalu salah tidak kalau saya memperkenalkan panggilan azan untuk shalat pada anak saya sebagai bagian dari tarbiyyatul aulad?"
"Hmmm....tapi kan harus ada contohnya dari Rasul?"
"He he... oke katakan tidak ada contoh dari Rasul. Lalu ada ulama shalih yang memberikan contoh, boleh tidak saya ikuti?"
"Ya... membacakan bayi kan ibadah kang?"
"Nah. Ibadah yang mana? Masuk kategori ibadah mahdhoh (shalat, haji, puasa, zakat, syahadat) yang semua ketentuannya harus sesuai baginda Nabi atau ibadah non mahdhoh, dimana itu erat kaitannya dengan pendidikan?"
"Gimana maksute kang?"
"Gini, kalau sekarang saya ajarkan anak-anak belum baligh shalat Zhuhur-Ashar. Saya ajarkan supaya semua membaca zhahar, shalatnya pasti tidak sah kan dan tidak dianjurkan ya?"
"Betul. Tapi kan bagus untuk pendidikan anak-anak supaya terbiasa dan hapal bacaan."
"Super. Begitu juga dengan adzan untuk bayi. Jika bukan hadis, anggaplah anjuran itu dari ulama. Lalu mengapa kita menganggap super dan menuruti perkataan Mario Teguh, Jeffery Leng, Robet, Albert, hanya karena memiliki kata-kata yang menurut kita positif. Lalu mengapa mengharamkan mengikuti perkataan atau anjuran positif dari para ulama?"
"Iya ya. Terus bagaimana sikap saya?"
"Jelaskan saja, anjuran membacakan adzan itu bukan dari Rasul, bukan hadis. Teliti siapa yang mengatakannya. Lalu kita lakukan, bukan dalam rangka ibadah mahdhoh, tap dalam rangka mendidik anak kita agar berlatih mendengar lafazh Allah-lafazh Rasulullah-syahadatain-ajakan untuk shalat-ajakan untuk memilih bahagia dunia akhirat. Apakah ridha, jika yang pertama kali didengar anak kita adalah dangdut koplo? Orangtua macam apa jika tidak membacakan adzan pada anak?"
By : Ust. H. Nandang Burhanuddin, Lc, M.Si