Dr. Abdullah Nashih Ulwan, seorang tokoh dakwah sekaligus pakar pendidikan Islam kelahiran Syiria dalam bukunya yang sangat terkenal dan fenomenal yakni Tarbiyatul Awlad fil Islam (Pendidikan Anak dalam Islam) mengemukakan tentang tanggung jawab terbesar bagi orang tua selaku pendidik anak-anaknya. Beliau menyebut ada 7 tanggung jawab orang tua dalam pendidikan yakni pendidikan Iman, Akhlak, Fisik, Intelektual, Psikis, Sosial dan Seksual.
Yang dimaksud pendidikan iman adalah mengikat anak dengan dasar-dasar Iman,rukun Islam dan dasar-dasar syar’i. Bicara dasar iman, jelas kaitannya berupa keimanan dengan masalah ghaib seperti Iman kepada Allah SWT, malaikat, kitab-kitab, semua Rasul dan hari akhir.
Kalau rukun islam kaitannya dengan ibadah seperti sholat, puasa dan lainnya sedangkan dasar-dasar syariat adalah segala yang berhubungan dengan jalan ilahi dan ajaran-ajaran Islam berupa aqidah, ibadah, peraturan dan hukum.
Waah… kedengarannya berat ya. Lalu bagaimana mengimplementasikannya dalam kehidupan di rumah kita sehari-hari? Beliau mengajak kita untuk mengikuti petunjuk dan wasiat Rasulullah sebagai berikut. Jadi bisa dibilang ini konsep Rasulullah SAW dalam mendidik anak agar beriman.
1. Membuka kehidupan anak dengan kalimat La ilaha illallah
Saat bayi lahir biasanya dikumandangkan azan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri. Ini adalah upaya awal yang mempunyai pengaruh kuat terhadap penanaman dasar aqidah dan tauhid pada anak.
Di sekolah apalagi masih tingkat PAUD dan dasar (SD), seyogyanya sekolah terutama berbasis Islam membiasakan religious culture (budaya religius) pada siswa dengan memulai hari untuk mengingatkan kalimat La Ilaha illallah.“Bacakanlah kepada anak-anak kamu kalimat pertama dengan La Ilaha illallah” (HR. Al Hakim dari Ibnu Abbas ra)
2. Mengenalkan hukum halal dan haram kepada anak
Apabila anak memasuki masa baligh telah memahami hukum-hukum halal dan haram disamping terikat dengan hukum syariat maka untuk selanjutnya ia hanya akan mengenal hukum dan undang-undang islam.
“Taatlah kepada Allah dan takutlah berbuat maksiat serta suruhlah anak-anak kamu untuk mentaati perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan. Karena hal itu akan memelihara mereka dan kamu dari api neraka.” (HR. Ibnu Jarir dan Ibn Al Mundzir dari Ibnu Abbas)
Tentu saja pengenalan ini secara bertahap sesuai usia. Mengapa babi haram? Para Ibu bisa menjelaskannya dari sudut pandang agama, maupun logika ilmiah. Juga ketika beranjak dewasa, mengapa pacaran dilarang oleh agama?
3. Menyuruh Anak untuk Beribadah pada Usia 7 tahun
“Suruhlah anak-anakmu menjalankan ibadah shalat jika mereka berusia tujuh tahun. Dan jika mereka sudah berusia sepuluh tahun, maka pukullah mereka jika tidak mau melaksanakan shalat dan pisahkanlah tempat tidur mereka.”(HR. Al Hakim dan Abu Dawud dari Ibn Amr bin Al-Ash ra.)
Mendisiplinkan anak untuk shalat memang gampang-gampang susah. Jika shalat sudah menjadi budaya di rumah dan sekolah memang terasa mudah, yang agak susah adalah memaknai shalat dan menjadikannya sebagai kebutuhan hidup bukan sekedar kewajiban yang harus ditunaikan.
Mengapa kita harus shalat, mengapa kita membutuhkan shalat harus sedikit demi sedikit ditanamkan kepada anak melalui bimbingan yang konsisten. Mungkin untuk usia 7-12 tahun target orang tua yang utama adalah bagaimana membuat mereka rajin shalat dan menepati waktu-waktu shalat. Namun jika sudah di atas usia itu bimbingan ditingkatkan pada hakikat shalat dan memaknainya sebagai bentuk interaksi yang dekat antara seorang hamba dengan khalik-Nya.
Ada sebuah penelitian ilmiah yang menyebutkan bahwa semakin tinggi bimbingan shalat fardu di awal waktu oleh orang tua, maka akan semakin baik pula kedisiplinan shalat anak usia 6-10 tahun. Sebaliknya semakin rendah bimbingan shalat fardu di awal waktu orang tua maka akan semakin rendah pula kedisiplinan shalat anak.
Hasil penelitian lain juga menyebutkan bahwa kedisiplinan shalat anak 57% nya dipengaruhi oleh bimbingan keagamaan.
4. Mendidik anak untuk mencintai Rasul, ahli Bait (keluarga) beliau dan membaca Al Quran
“Didiklah anak-anak kamu pada tiga perkara: mencintai nabi kamu, mencintai ahli baitnya dan membaca Al Quran. Sebab orang-orang yang memelihara Al Quran itu berada dalam lindungan singgasana Allah pada hari tidak ada perlindungan selain daripada perlindungan-Nya beserta para Nabi-Nya dan orang-orang yang suci.” (HR. Ath-Thabrani dari Ali ra)
Dalam muqqadamahnya Ibnu Khaldun menunjuk pentingnya mengajarkan dan menghafalkan Al Quran kepada anak-anak. Al Quran merupakan salah satu syiar ad din yang menguatkan aqidah dan meresapkan keimanan.
Hikmah mencintai Nabi juga keluarga dan para sahabatnya adalah keteladanan. Anak-anak lebih mudah meniru kebaikan dengan penokohan sebagai teladan kehidupan. Upaya mengajarkan doa-doa Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari amat dimungkinkan sebagai pendekatan mencintai Nabi.
Dalam implementasinya, Dr. Abdullah Nashih Ulwan menganjurkan beberapa metode yang bisa dilakukan dalam pendidikan Iman anak-anak kita: Tafakkur dengan sosialisasi berjenjang artinya anak-anak diajak merenungkan tentang penciptaan langit dan bumi. Bimbingan ini diberikan ketika mereka sudah dapat mengenal dan membedakan sesuatu. Sosialisasi berjenjang dilakukan mulai dari mencerna sesuatu melalui panca indera hingga meningkat kepada hal-hal logis. Dari parsial menuju hal global dan dari sesuatu yang sederhana meningkat kepada sesuatu yang tersusun secara sistematis.
Misalnya begini, ajak anak kita melihat bintang dan bulan. Kita ceritakan cahaya bulan dan bintang darimana asalnya melalui pengetahuan empiris yang bisa kita dapatkan, hingga ke pemahaman siapa yang menciptakan bulan?. Suatu saat bulan-dan bintang akan hancur atas kehendak Sang Pencipta, seperti halnya kita pun sering menghancurkan mainan yang kita susun atau miliki sendiri. Hancurnya alam semesta itulah yang dinamakan hari akhir. Bagaimana agar kita tetap selamat setelah hari akhir?.
5. Menanamkan dan melatih perasaan khusyu, takwa dan ubbudiyah kepada Allah SWT
Ini adalah metode untuk membuka jiwa anak. Cara melatihnya adalah membiasakan anak agar khusyu dalam sholat, bersedih atau menangis jika mendengar bacaan ayat suci Al Quran, Tentu saja ini hanya bisa diberikan saat anak sudah masuk dalam masa mampu menganalisa.
“Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah) yaitu orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka..(QS. 22-34-35)
Dikabarkan meski Al Quran diturunkan melalui dirinya, Rasulullah tetap menyukai mendengarkan ayat al Quran dibacakan dari orang lain, dan seperti biasa jika ada ayat-ayat yang menceritakan tentang hari akhir maka para sahabat akan melihat kedua mata beliau sudah bercucuran air mata.
Orang tua dianjurkan untuk melatih anak bersikap khusyu dan menangis dalam beribadah seperti ditunjukkan pada haditsnya:
“Bacalah Al Quran dan menangislah. Sekiranya engkau tidak dapat menangis, maka berpura-puralah engkau menangis (HR. At-Thabrani)
6. Menanamkan rasa selalu ingat kepada Allah SWT
Pendidikan ini harus ditanamkan dalam perbuatan, pemikiran dan perasaan. Mengingat Allah dalam perbuatan artinya melatih keikhlasan saat melakukan sesuatu semata-mata demi mencari ridha Allah SWT. Kemudian yang kedua adalah memberi pemahaman bahwa Allah tidak akan menerima apapun yang tidak diniati karena-Nya.
Mengingat Allah dalam berpikir artinya melatih akal, hati dan keinginan sesuai yang dibawa Rasulullah juga membiasakan instrospeksi diri.
7. Mengingat Allah dalam perasaan berarti menjaga diri dari hasad dan iri dengki
Demikian metode dan dasar pendidikan kepada anak untuk dapat menguatkan iman. Mungkin rasanya berat ya, tapi yakinlah jika diiringi doa dan keikhlasan kepada Allah SWT insya Allah cita-cita mendapatkan generasi Muslim yang beriman kepada Allah bangga dengan dinnya, juga sejarah dan perjuangan para Nabi dan sahabat akan menjadi kenyataan. Amin.